Contoh ini di ambil dari beberapa nara sumber tidak bertujuan agar membenci atau menjelekan pihak tertentu,
semoga saja menjadi acuan agar kita lebih berhati-hati memilih berita informasi karena kita bertanggung jawab pada kelangsungan anak cucu kita di kemudian hari agar tak mudah di propokatip oleh pihak pemecah persatuan bangsa hanya untuk mengejar keuntungan semata,
Opini: Edy A Effendi *
web - Sabtu, 5 Juli 2014 | 14:29 WIB
IDEALISME selalu saja jadi tameng kaum jurnalis. Seolah-olah dengan mengusung idealisme, ia bisa bicara apa saja soal kabar dunia. Tapi benarkah dalam arus hidup yang penuh gejolak saat ini, idealisme masih dipegang teguh kaum jurnalis?
Mari ambil contoh faktual terhadap dua media, Metro TV dan Media Indonesia. Menyedihkan sekalli melihat realitas Metro TV dan Media Indonesia. Dua media mainstream milik Surya Paloh ini, sudah tak mampu berjalan pada titik rel sebuah media, yang seharusnya menjadi bagian dari wacana publik.
Melihat dan membaca dua media itu, publik tak lagi punya hak untuk menerima berita dengan benar. Semua suguhan beritanya menyodorkan aroma kebencian kepada pihak yang berseberangan bahkan menyerangnya dengan melampirkan berita-berita cenderung fitnah dan ghibah.
Pada titik ini, Metro TV dan Media Indonesia sudah masuk dalam perangkap media propaganda. Berita yang digulirkan selalu saja merayakan propaganda sang pemilik, Surya Paloh. Dengan kekuasaannya, dua media tersebut mendikte, membentuk opini dan menggiring publik masuk dalam perangkap berita yang disebar. Akibatnya, publik pun hanyut dalam perangkap berita dua media tersebut.
Sejatinya sudah lama, Metro TV dan Media Indonesia menjadi media propaganda. Propaganda yang sudah tak jadi rahasia, adalah kebiasaan dua media milik juragan asal Aceh itu, memojokkan Islam. Berita-berita Islam dikebiri. Fakta-fakta ditutup rapat.
Media Grup dan Kebencian ke Islam
Contoh kasus pada berita soal Rohis. Pada 5 September 2012, Metro TV mengadakan dialog dalam program Metro Hari Ini bersama narasumber Guru Besar Universitas Islam Negeri Jakarta Profesor Dr Bambang Pranowo, mantan Kepala Badan Intelijen Negara Hendropriyono dan pengamat terorisme Taufik Andri.
Dalam dialog tersebut Profesor Bambang Pranowo menyampaikan hasil penelitiannya bahwa ada lima pola rekrutmen teroris muda. Salah satunya melalui ekstrakurikuler di masjid-masjid sekolah. Saat dialog berlangsung, ditayangkan info grafik berisi poin-poin lima pola rekrutmen versi Profesor Bambang Pranowo.
Metro TV dengan gagah berani membuat infografik dengan label “Awas, Generasi Baru Teroris.” Sebuah kalimat yang sangat menohok bagi generasi Islam. Pada pertemuan di rumah Profesor Fachry Ali, saya mempertanyakan soal label “Awas, Generasi Baru Teroris” kepada Prof Bambang Pranowo. Profesor Bambang mengurai bahwa Metro TV telah melakukan fitnah karena dirinya tak pernah menulis “Awas, Generasi Baru Teroris”.
Contoh di atas hanya bukti kecil, bagaimana Metro TV sarat kebencian ke Islam. Kebencian kepada Islam ini memang sangat beralasan jika melihat jejak rekam sejarah Pemimpin Redaksi Metro TV tak pernah diduduki dari kalangan Muslim.
Kebencian lain terhadap Islam yang diuar Metro TV ketika kasus Sandriana Malakiano. Metro TV dikecam publik karena melarang Sandrina Malakiano mengenakan jilbab pada saat siaran, meskipun Sandrina sudah memperjuangkannya selama berbulan-bulan dengan mengajak jajaran pimpinan level atas Metro TV berdiskusi panjang, tetap ditolak. Larangan inilah yang menyebabkan Sandrina keluar dari Metro TV pada Mei 2006.
Di tepi lain, Media Indonesia pun sama. Surat kabar ini pernah berkali-kali disomasi organisasi-organisasi Islam karena berita-berita yang disebar menguar kebencian terhadap Islam.
Media Indonesia memang sejak dulu dikuasai empat sekawan yang statusnya non Muslim, Saur Hutabarat (juga Tim Sukses Bidang Media, Pemenangan Jokowi-JK), Elman Saragih, Andy F Noya dan Laurens Tato. Empat sekawan ini menjadikan Media Indonesia sebagai corong kristenisasi dengan cara-cara samar tapi sangat terlihat jelas jejaknya. Sementara Metro TV dikendalikan pemimpin redaksinya Putra Nababan, putra tokoh senior PDIP Panda Nababan yang juga terpidana kasus suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S Goeltom.
Dan pada Pilpres 2014, kembali Metro TV dan Media Indonesia jadi alat propaganda kampanye capres Joko Widodo. Partai politik sudah mengerangkeng begitu jauh program pemberitaan Metro TV dan Media Indonesia. Inilah risiko jika para pemodal, pemilik stasiun televisi sekaligus menjadi kamerad partai politik. Televisi menjadi banal karena berbagai kepentingan masuk di dalamnya. Kepentingan yang tak punya tali temali dengan segmen berita.
Lantas, apa yang bisa diharapkan dari Metro TV dan Media Indonesia jika sudah direduksi oleh kekuasaan di luar pagar dirinya? Reduksi selalu mengambil alih hak pribadi, ruang privat ke dalam ruang kolektif. Mungkinkah ruang kolektif itu masih bisa mengambil peran bersama soal hak publik?
* Edy A Effendi, Ketua Program Lauh Mahfuz Institute
dari : http://web.inilah.com/read/detail/2116706/metro-tv-dan-media-indonesia-media-propaganda#.U-BCopH1Xl4
Beberapa bulan lalu, saya melihat sebuah berita di Metro TV, sebuah TV berita berskala nasional, yang isinya mengenai pengunduran diri Justin Bieber, biasanya saya mengabaikan berita-berita seperti ini. Tapi teringat Justin Bieber pernah menyeletuk sesuatu yang menimbulkan kontroversi karena cenderung menghina Indonesia. Saya coba perhatikan berita tersebut yang menjelaskan bahwa Justin Bieber mengundurkan diri karena seorang fansnya bunuh diri setelah dia mencelanya. Wah, serius? Saya mulai coba googling artikel-artikel berbahasa Inggris mengenai berita ini, ingin tahu lebih detail.
Dalam 30 menit pencarian, yang saya temukan adalah artikel-artikel yang menjelaskan bahwa berita bunuh diri seorang gadis yang katanya fans Justin Bieber itu adalah berita hoax. Tetapi Metro TV begitu yakin bahwa ini adalah sebuah berita fakta, bahkan mereka mengutip dan menampilkan sumber berita yang kontroversial ini. Sumber berita tersebut berasal dari artikel di website semacam Kompasiana, yaitu NationalReport.net. Metro TV menayangkan beberapa kali paket berita ini beberapa program, saya sempat merekam ketika berita ini ditayangkan di WideShot Metro TV. Berikut rekaman dan transkripnya:
METRO TV REPORTED A (FALSE) NEWS ON JUSTIN BIEBER CAUSING TEEN SUICIDE
http://www.youtube.com/watch?v=sUwsgGnwedg
Narrator: Film terbaru Justin Bieber, Believe, yang rilis pada hari ini tampaknya akan menjadi kiprah terakhir pelantun lagu Baby ini. Hari ini lewat twitter kepada puluhan juta followernya, Justin secara resmi menyatakan pengunduran dirinya dari blantika musik dunia. Kicauan selanjutnya Justin mengatakan banyak media yang membuat berita yang menjatuhkannya, namun dia akan tetap ada bagi para Belieber, sebutan untuk fans Justin Bieber.
Narrator: Aksi ini menjadi tanggung jawab sosial Justin atas kasus bunuh diri seorang gadis berusia 19 tahun di Australia. Julie Gunn gadis asal Australia ditemukan tewas di kamar apartemennya di Harvey Bay, Queensland Australia akibat over dosis bir murahan dan obat tidur. Julie tidak kuat menahan malu setelah Justin mempermalukannya di sebuah pesta di hotel mewah di Perth, Australia. Justin mencela Julie dengan sebutan “Beach Whale” atau ikan paus dan harus mengikuti acara “The Biggest Loser”, The Biggest Loser adalah sebuah reality show untuk mereka yang memiliki tubuh besar dan ingin kurus.
http://nationalreport.net/justin-bieber-announces-retirement-allegedly-causing-fans-suicide/#sthash.Qz7kc8Yl.dpuf
web - Sabtu, 5 Juli 2014 | 14:29 WIB
IDEALISME selalu saja jadi tameng kaum jurnalis. Seolah-olah dengan mengusung idealisme, ia bisa bicara apa saja soal kabar dunia. Tapi benarkah dalam arus hidup yang penuh gejolak saat ini, idealisme masih dipegang teguh kaum jurnalis?
Mari ambil contoh faktual terhadap dua media, Metro TV dan Media Indonesia. Menyedihkan sekalli melihat realitas Metro TV dan Media Indonesia. Dua media mainstream milik Surya Paloh ini, sudah tak mampu berjalan pada titik rel sebuah media, yang seharusnya menjadi bagian dari wacana publik.
Melihat dan membaca dua media itu, publik tak lagi punya hak untuk menerima berita dengan benar. Semua suguhan beritanya menyodorkan aroma kebencian kepada pihak yang berseberangan bahkan menyerangnya dengan melampirkan berita-berita cenderung fitnah dan ghibah.
Pada titik ini, Metro TV dan Media Indonesia sudah masuk dalam perangkap media propaganda. Berita yang digulirkan selalu saja merayakan propaganda sang pemilik, Surya Paloh. Dengan kekuasaannya, dua media tersebut mendikte, membentuk opini dan menggiring publik masuk dalam perangkap berita yang disebar. Akibatnya, publik pun hanyut dalam perangkap berita dua media tersebut.
Sejatinya sudah lama, Metro TV dan Media Indonesia menjadi media propaganda. Propaganda yang sudah tak jadi rahasia, adalah kebiasaan dua media milik juragan asal Aceh itu, memojokkan Islam. Berita-berita Islam dikebiri. Fakta-fakta ditutup rapat.
Media Grup dan Kebencian ke Islam
Contoh kasus pada berita soal Rohis. Pada 5 September 2012, Metro TV mengadakan dialog dalam program Metro Hari Ini bersama narasumber Guru Besar Universitas Islam Negeri Jakarta Profesor Dr Bambang Pranowo, mantan Kepala Badan Intelijen Negara Hendropriyono dan pengamat terorisme Taufik Andri.
Dalam dialog tersebut Profesor Bambang Pranowo menyampaikan hasil penelitiannya bahwa ada lima pola rekrutmen teroris muda. Salah satunya melalui ekstrakurikuler di masjid-masjid sekolah. Saat dialog berlangsung, ditayangkan info grafik berisi poin-poin lima pola rekrutmen versi Profesor Bambang Pranowo.
Metro TV dengan gagah berani membuat infografik dengan label “Awas, Generasi Baru Teroris.” Sebuah kalimat yang sangat menohok bagi generasi Islam. Pada pertemuan di rumah Profesor Fachry Ali, saya mempertanyakan soal label “Awas, Generasi Baru Teroris” kepada Prof Bambang Pranowo. Profesor Bambang mengurai bahwa Metro TV telah melakukan fitnah karena dirinya tak pernah menulis “Awas, Generasi Baru Teroris”.
Contoh di atas hanya bukti kecil, bagaimana Metro TV sarat kebencian ke Islam. Kebencian kepada Islam ini memang sangat beralasan jika melihat jejak rekam sejarah Pemimpin Redaksi Metro TV tak pernah diduduki dari kalangan Muslim.
Kebencian lain terhadap Islam yang diuar Metro TV ketika kasus Sandriana Malakiano. Metro TV dikecam publik karena melarang Sandrina Malakiano mengenakan jilbab pada saat siaran, meskipun Sandrina sudah memperjuangkannya selama berbulan-bulan dengan mengajak jajaran pimpinan level atas Metro TV berdiskusi panjang, tetap ditolak. Larangan inilah yang menyebabkan Sandrina keluar dari Metro TV pada Mei 2006.
Di tepi lain, Media Indonesia pun sama. Surat kabar ini pernah berkali-kali disomasi organisasi-organisasi Islam karena berita-berita yang disebar menguar kebencian terhadap Islam.
Media Indonesia memang sejak dulu dikuasai empat sekawan yang statusnya non Muslim, Saur Hutabarat (juga Tim Sukses Bidang Media, Pemenangan Jokowi-JK), Elman Saragih, Andy F Noya dan Laurens Tato. Empat sekawan ini menjadikan Media Indonesia sebagai corong kristenisasi dengan cara-cara samar tapi sangat terlihat jelas jejaknya. Sementara Metro TV dikendalikan pemimpin redaksinya Putra Nababan, putra tokoh senior PDIP Panda Nababan yang juga terpidana kasus suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S Goeltom.
Dan pada Pilpres 2014, kembali Metro TV dan Media Indonesia jadi alat propaganda kampanye capres Joko Widodo. Partai politik sudah mengerangkeng begitu jauh program pemberitaan Metro TV dan Media Indonesia. Inilah risiko jika para pemodal, pemilik stasiun televisi sekaligus menjadi kamerad partai politik. Televisi menjadi banal karena berbagai kepentingan masuk di dalamnya. Kepentingan yang tak punya tali temali dengan segmen berita.
Lantas, apa yang bisa diharapkan dari Metro TV dan Media Indonesia jika sudah direduksi oleh kekuasaan di luar pagar dirinya? Reduksi selalu mengambil alih hak pribadi, ruang privat ke dalam ruang kolektif. Mungkinkah ruang kolektif itu masih bisa mengambil peran bersama soal hak publik?
* Edy A Effendi, Ketua Program Lauh Mahfuz Institute
dari : http://web.inilah.com/read/detail/2116706/metro-tv-dan-media-indonesia-media-propaganda#.U-BCopH1Xl4
Mempertanyakan Etika Jurnalisme Metro TV media.kompasiana.com
Saya bukan jurnalis, tetapi setelah menonton film seri HBO “The Newsroom”, saya belajar banyak tentang etika jurnalisme. Salah satu yang saya pelajari adalah, untuk sebuah TV berita, memverifikasi sebuah sumber berita adalah suatu keharusan sebelum menyiarkannya. Salah satu caranya adalah mengkonfirmasi berita tersebut kepada dua narasumber yang kredibel, agar dapat yakin bahwa sebuah berita terhubung dengan fakta-fakta yang mendukung.Beberapa bulan lalu, saya melihat sebuah berita di Metro TV, sebuah TV berita berskala nasional, yang isinya mengenai pengunduran diri Justin Bieber, biasanya saya mengabaikan berita-berita seperti ini. Tapi teringat Justin Bieber pernah menyeletuk sesuatu yang menimbulkan kontroversi karena cenderung menghina Indonesia. Saya coba perhatikan berita tersebut yang menjelaskan bahwa Justin Bieber mengundurkan diri karena seorang fansnya bunuh diri setelah dia mencelanya. Wah, serius? Saya mulai coba googling artikel-artikel berbahasa Inggris mengenai berita ini, ingin tahu lebih detail.
Dalam 30 menit pencarian, yang saya temukan adalah artikel-artikel yang menjelaskan bahwa berita bunuh diri seorang gadis yang katanya fans Justin Bieber itu adalah berita hoax. Tetapi Metro TV begitu yakin bahwa ini adalah sebuah berita fakta, bahkan mereka mengutip dan menampilkan sumber berita yang kontroversial ini. Sumber berita tersebut berasal dari artikel di website semacam Kompasiana, yaitu NationalReport.net. Metro TV menayangkan beberapa kali paket berita ini beberapa program, saya sempat merekam ketika berita ini ditayangkan di WideShot Metro TV. Berikut rekaman dan transkripnya:
METRO TV REPORTED A (FALSE) NEWS ON JUSTIN BIEBER CAUSING TEEN SUICIDE
http://www.youtube.com/watch?v=sUwsgGnwedg
Female Presenter: … Justin Bieber ini sempat ngetweet gitu ya, sempat berceloteh di twitter kalau dia ingin mengundurkan diri dari dunia musik.
Male Presenter: Kenapa gitu, karena menurut Bieber dan juga menurut media, ini adalah bentuk tanggung jawab sosialnya setelah mempermalukan seorang gadis berusia 19 tahun asal Australia yang berakhir dengan aksi bunuh diri.Narrator: Film terbaru Justin Bieber, Believe, yang rilis pada hari ini tampaknya akan menjadi kiprah terakhir pelantun lagu Baby ini. Hari ini lewat twitter kepada puluhan juta followernya, Justin secara resmi menyatakan pengunduran dirinya dari blantika musik dunia. Kicauan selanjutnya Justin mengatakan banyak media yang membuat berita yang menjatuhkannya, namun dia akan tetap ada bagi para Belieber, sebutan untuk fans Justin Bieber.
====
Yang dikutip oleh Metro TV adalah artikel-artikel berikut:
Justin Bieber Announces Retirement After Allegedly Causing Fan’s Suicide - See more at: http://nationalreport.net/justin-bieber-announces-retirement-allegedly-causing-fans-suicide/#sthash.Qz7kc8Yl.dpuf
Justin Bieber Announces Retirement After Allegedly Causing Fan’s Suicide - See more at:http://nationalreport.net/justin-bieber-announces-retirement-allegedly-causing-fans-suicide/#sthash.Qz7kc8Yl.dpuf
Justin Bieber Announces Retirement After Allegedly Causing Fan’s Suicide - See more at: http://nationalreport.net/justin-bieber-announces-retirement-allegedly-causing-fans-suicide/#sthash.Qz7kc8Yl.dpuf
“Justin Bieber Announces Retirement After Allegedly Causing Fan’s Suicide”
Justin Bieber Announces Retirement After Allegedly Causing Fan’s Suicide - See more at: http://nationalreport.net/justin-bieber-announces-retirement-allegedly-causing-fans-suicide/#sthash.Qz7kc8Yl.dpuf
http://nationalreport.net/justin-bieber-announces-retirement-allegedly-causing-fans-suicide/
dan
Justin Bieber’s ‘Beached Whale’ Comment Leads To Teen Girl’s Suicide
http://nationalreport.net/justin-biebers-beached-whale-comment-leads-teen-girls-suicide/
Saya mencoba menghubungi Metro TV lewat twitter mempertanyakan keabsahan berita tersebut, kali saja Metro TV akan mengoreksi berita tersebut. Tapi siapalah saya?
Saya juga mencoba membaca seksama artikel-artikel di atas dan mencoba sedikit-sedikit fact check, pertama, tidak ada berita bunuh diri seorang gadis bernama Julie Gunn, tidak ada Harvey Bay, yang benar adalah Hervey Bay. Metro TV hanya menterjemahkan berita tersebut tanpa melakukan fact check atau mencari double confirmation.
Itu pengalaman pertama kali saya menemukan Metro TV mengutip berita hoax dan menyiarkannya seolah-olah menjadi fakta. Beberapa bulan kemudian, dalam masa kampanye pilpres 2014, saya juga melihat berita di Metro TV yang apabila dilihat oleh orang yang tidak mengikuti berita sebelumnya dapat terkecoh.
Metro TV melakukan Spin ketika memberitakan tentang surat rekomendasi DKP yang menjelaskan alasan pemberhentian, bukan pemecatan, Prabowo Subianto di tahun 1998.
Itu pengalaman pertama kali saya menemukan Metro TV mengutip berita hoax dan menyiarkannya seolah-olah menjadi fakta. Beberapa bulan kemudian, dalam masa kampanye pilpres 2014, saya juga melihat berita di Metro TV yang apabila dilihat oleh orang yang tidak mengikuti berita sebelumnya dapat terkecoh.
Metro TV melakukan Spin ketika memberitakan tentang surat rekomendasi DKP yang menjelaskan alasan pemberhentian, bukan pemecatan, Prabowo Subianto di tahun 1998.
Surat tersebut beredar di social media padahal sifatnya rahasia, dalam berita ini Jenderal Moeldoko sebagai panglima TNI menjelaskan bahwa penyebar surat DKP tersebut dapat dipidanakan.
Metro TV melakukan Spin dengan menyelipkan potongan wawancara dengan Mahfud MD yang sedang membicarakan surat lain yang beredar, seolah-olah Mahfud MD mengakui bahwa pihaknya lah yang menyebarkan surat DKP, padahal Mahfud MD sedang berbicara mengenai surat pemberhentian Prabowo yang ditandatangani Presiden yang tidak bersifat rahasia.
Metro TV melakukan Spin dengan menyelipkan potongan wawancara dengan Mahfud MD yang sedang membicarakan surat lain yang beredar, seolah-olah Mahfud MD mengakui bahwa pihaknya lah yang menyebarkan surat DKP, padahal Mahfud MD sedang berbicara mengenai surat pemberhentian Prabowo yang ditandatangani Presiden yang tidak bersifat rahasia.
Untuk lebih jelasnya silahkan anda teliti tayangannya di :
Panglima TNI: Surat Tidak Disimpan di Mabes TNI
http://video.metrotvnews.com/play/2014/06/13/252540/panglima-tni-surat-tidak-disimpan-di-mabes-tni
Pertanyaan saya, apakah cara-cara mengumpulkan dan menyajikan berita yang biasa dilakukan Metro TV selalu menggunakan cara-cara seperti ini? Apakah hanya sekedar mengejar rating? Atau ada misi-misi tertentu. Apakah cara-cara seperti ini sudah lazim dan tidak melanggar etika?
Saya bukan ahlinya, mohon pendapat dari Kompasioner.
Terima kasih
Daniel
Fans “The Newsroom”
dari : http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2014/07/10/mempertanyakan-etika-jurnalisme-metro-tv-663659.html
Propaganda Metro TV Terkuak : Rajin Turun Kampung, Romanus Mbaraka Ternyata Jadi Mata-Mata Investor
dari : http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2014/07/10/mempertanyakan-etika-jurnalisme-metro-tv-663659.html
Propaganda Metro TV Terkuak : Rajin Turun Kampung, Romanus Mbaraka Ternyata Jadi Mata-Mata Investor